Arsip Tag: kdza

Open Dialog & Latgab, 20 Oktober 2013 UNPAS – Bandung

Open Dialog & Latgab

Assalamualaikum wr wb..

Diinformasikan kepada seluruh Akang/Teteh Anggota Hikmatul Iman. Insya Allah akan diadakan 2 kegiatan (Open Dialog & Latgab dalam 1 hari) bersama Guru Utama – Kang Dicky Zainal Arifin.
Pada hari Minggu 20 Oktober 2013 di Universitas Pasundan – Jl. Dr. Setiabudi No.193 Bandung:
• OPEN DIALOG
Waktu : 13.00 – 14.30
Lokasi : Mesjid Jami Ulul Albab – UNPAS

• LATIHAN GABUNGAN Waktu :
Ba’da Ashar (Diharapkan Shalat Ashar di UNPAS)
Lokasi : Lapangan Utama Fakultas Teknik UNPAS

Demikian informasi yang kami sampaikan. Terimakasih atas perhatiannya.

Wassalamualaikum wr wb..

——-
LSBD Hikmatul Iman Indonesia
Web : www.hikmatuliman.or.id
FB : www.fb.com/hikmatuliman
Twitter : @hikmatuliman_

*Disediakan stand bagi yang ingin menjual makanan atau barang, untuk pendaftaran / info hubungi Contact Person : Teh Suci 081809504572 / 082182181170

Sumber :

http://hikmatuliman.or.id/2013/10/open-dialog-latgab-unpas-bandung/

Ekspedisi Awal ke Rancabuaya

Media HI – 8 Oktober 2013

Assalamualaikum wr wb,

Dalam berbagai kesempatan, Kang Dicky menyampaikan bahwa untuk melakukan inovasi atau menemukan hal baru, beliau menggunakan cara 4N yaitu Nalusur (Menelusuri), Naluntik (Meneliti), Nalar (Berpikir/Menganalisa) dan Nalipak (Mawas diri). Nah, kali ini kami berkesempatan menerapkan 4N tersebut dalam perjalanan ekspedisi awal ke Pantai Rancabuaya pada 3-4 Oktober lalu bersama kang Dicky.

Tim ekspedisi kali ini diantaranya terdiri dari Kang Dicky Zainal Arifin (Guru Utama LSBD Hikmatul Iman Indonesia, Peneliti & Budayawan), Bapak Ahmad Yanuana Samantho (Peneliti, Penulis & Akademisi), Kang Noviyar (Pecinta Peradaban Nusantara dan Admin Grup FB Atlantis Indonesia), Ibu Rini (Komunitas Spiritual), Mas Eko (Komunitas Spiritual), Kang Otang (Praktisi Pertanian Alami & Penyuluh Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik) dan Pengurus Pusat LSBD Hikmatul Iman Indonesia.

Pantai Rancabuaya, Cianjur Selatan
Pantai Rancabuaya kira-kira berada 90 km dari Kabupaten Garut, Cianjur Selatan, tepatnya di Desa Purbayani, Kecamatan Caringin. Pantai ini langsung berbatasan dengan Samudera Hindia di bagian barat, Desa Sinarjaya di sebelah timur, Desa Caringin di sebelah utara dan Desa Indralayang di sebelah selatan. Pantai ini terkenal memiliki batu-batu karang dan ombak yang besar serta air terjun atau curug yang langsung menghadap ke pantai.

Pantai ini berjarak kurang lebih 167 km dari Bandung atau sekitar 5-6 jam perjalanan dengan mobil. Rombongan berangkat menggunakan 3 buah mobil minibus. Perjalanan dimulai pada pukul 05.00 pagi dan tiba di lokasi sekitar pukul 13.00. Perjalanan sangat santai dan banyak berhenti untuk berfoto, berwisata kuliner dan istirahat. Jalur yang ditempuh dimulai dari Buahbatu – Banjaran – Pangalengan – Situ Cileunca – Cisewu – Rancabuaya.

Pada umumnya kondisi jalan menuju lokasi bisa dikatakan mulus, namun tetap ada wilayah yang kondisi jalannya tidak bagus. Jalan itu dapat dilewati dengan santai oleh rombongan kendaraan, meski di beberapa titik terdapat pekerjaan perbaikan jalan (pengecoran & pengaspalan). Kontur jalan bergelombang dan terdapat banyak tikungan tajam. Diperlukan kendaraan dengan kondisi prima dan pengemudi yang waspada karena pada beberapa lokasi jalannya sempit, rawan longsoran –bahkan sempat terjadi sedikit longsor pada jalur yang akan kami lintasi, dan tikungan yang langsung menghadap ke jurang. Jalan di kawasan Rancabuaya sediri belum diaspal, tapi sudah diperkeras oleh lapisan batu kali.

Temuan Bebatuan Menarik di Rancabuaya
Kang Dicky mengajak kami semua mengunjungi kawasan Pantai Rancabuaya karena sebelumnya pernah mengunjungi tempat tersebut dalam sebuah kesempatan, dan menemukan berbagai hal yang menarik sehingga ingin mengajak pihak-pihak lain untuk turut melihat langsung serta meneliti wilayah tersebut.

Benar saja, di lokasi sekitar pantai kami melihat sendiri banyak berserakan bebatuan yang tidak biasa. Mengapa tidak biasa? Karena selain batuan yang menyerupai batu kali, ada semacam perekat atau semen yang menempelkan bebatuan tersebut hingga bentuknya menyerupai dinding atau tembok yang hancur berserakan. Lapisan perekat yang mirip semen tersebut lebih mudah tergerus oleh air laut daripada batu. Menurut warga pun memang lapisan yang merekatkan bebatuan ini nampak seperti coran (adukan semen). Kami juga menemukan batu yang nampak seperti ada lelehan atau terbakar, batu yang memiliki lekukan mirip telapak kaki manusia, batu yang memiliki tonjolan dan lubang, dan lain-lain. Selain di pantai, batu-batu tersebut juga tersebar di dataran menuju ke pantai.

Obrolan Santai dengan Warga
Pada saat meneliti, melihat-lihat batuan dan lapisan perekat mirip semen yang tersebar di pantai, kami menyempatkan diri berbincang dengan warga setempat. Menurut warga, memang ada mitos atau cerita yang mengatakan bahwa pada masa lalu di wilayah tersebut terdapat kerajaan. Bahkan ada lokasi yang disebut Batu Kukumbung (kukumbung = berkumpul), yang menurut cerita pada masa lalu adalah tempat berkumpul atau semacam tempat untuk berdiskusi atau rapat.

Untuk asal-usul penamaan tempat Rancabuaya, menurut warga setempat Ranca = Rawa, Buaya = Buaya. Jadi, pada masa lalu lokasi itu adalah rawa yang terdapat banyak buaya. Namun saat ini sudah sangat jarang bahkan bisa dikatakan tidak pernah terlihat lagi karena pada masa lalu buaya-buaya tersebut dibasmi dengan cara diburu maupun diracun (diberi umpan bangkai binatang yang sudah diracun). Dari bibir pantai Batu Kukumbung terlihat pelabuhan Jayanti, tempat para nelayan menyandarkan perahunya setelah mengarungi laut untuk mencari ikan. Pelabuhan ini pula salahsatu tempat evakuasi / pertolongan bagi imigran gelap yang mengalami kecelakaan di pantai selatan Jawa Barat ini, menurut warga setempat jika gelombang laut sedang tinggi-tingginya maka bisa terjadi kecelakaan kapal.

Pada perjalanan pulang, kami melewati daerah Cisewu – Situ Cileunca pada sore hari dan disuguhi oleh kondisi jalan yang berkabut tebal. Dalam kondisi jalan berkabut dan berkelok seperti ini kewaspadaan pengemudi mutlak diperlukan.
Kunjungan kali ini bisa dikatakan ekspedisi awal dan tentu saja masih belum menghasilkan kesimpulan-kesimpulan final. Rencananya, kegiatan semacam ini akan diselenggarakan kembali dengan melibatkan lebih banyak peneliti.
Sampai jumpa dalam ekspedisi selanjutnya!

GALERI FOTO (Silahkan Klik)

Wassalamualaikum wr wb.

LSBD Hikmatul Iman Indonesia
Web : www.hikmatuliman.or.id
FB : fb.com/hikmatuliman
Twitter : @hikmatuliman_
Telp/SMS : 0899 7875 977